( DEFINISI BID'AH )
" وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِنْدَ
البَيْتِ الاَّ مُكاَءً وَتَصْدِيَةً "
الانفال35
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan
tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. QS: Al Anfal
35Dan Hadits Nabi yang berbunyi:
عن أم المؤمنين أم عبد الله عائشة رضي
الله عنها قالت
:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
" مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ".
Dari A’isyah RA. Rasulullah bersabda : barang siapa menciptakan hal baru dalam
urusanku yang bukan termasuk dari golongan urusanku maka akan tertolak.HR. Bukhari dan Muslim
Kalimat أحدث dalam Hadits diatas mengandung pengertian menciptakan dan membuat-buat suatu perkara yang didasari dari hawa nafsu. Sedangkan kalimat أمرنا mengandung suatu pengertian agama dan Syari’at yang telah di Ridlohi oleh Allah SWT.
Rasulullah juga bersabda dalam sebuah Hadits :
وروى مسلم في صحيحه أن رسول الله صلى
الله عليه وسلم كان يقول في خُطبَتِهِ :
" خَيرُ
الحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ
,
وَخَيرُ الهَدىِ هُدَى مُحَمَّدٍ صلى
الله عليه وسلم,
وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا,
وَكُلُّ مُحْدَثةٍ بِدعَةٌ,
وَكُلُّ بِدعَةٍ ضَلَالَةٌ
" ورواه البيهقي وفيه زيادة
"
وكل ضلالة في النار"
Rosululloh bersabda: “ paling bagusnya Hadits adalah Kitabnya Allah, dan paling
bagusnya petunjuk adalah petunjuk Rasulullah SAW, dan paling jeleknya perkara
adalah semua perkara yang baru, dan setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan
semua bid’ah itu sesat”. HR. Muslim dan juga diriwayatkan oleh Imam Baihaqi
dengan tambahan kalimat “ setiap perkara sesat menempat dineraka” .Dari adanya dua Hadits diatas para ulama’ menjelaskan bahwa secara prinsip, bid’ah adalah berubahnya Suatu hukum yang disebabkan karena meyakini suatu perkara yang bukan merupakan bagian dari agama sebagai salah satu bagian dari agama, bukan berarti setiap perkara baru lantas dikategorikan bid’ah, karena banyak hal baru yang sesuai dengan Usul Al Syar’ah dan tidak dikategorikan bid’ah, atau hal-hal baru yang sesuai dengan Furu’ Al Syari’ah yang masih mungkin di tempuh dengan jalan Analogi atau qiyas sehingga tidak termasuk kategori Bid’ah . berarti tidak semua ritual yang baru serta-merta dikategorikan sebagai perbuatan bid’ah seperti ritual tahlil tujuh hari,40 hari dan seratus hari dari kematian mayat, ziarah kubur, tawassul, mendoakan orang mati dll.
Imam Muhmmad Waliyuddin As Syabsiri dalam Syarah Arba’n Nawawi mengupas pengertian Hadits Nabi yang berbunyai :
مَنْ أَحدَثَ حَدَثًا اَوْ آوَى
مُحدثًا فَعَليهِ لَعْنَةُ اللهِ
Barang siapa menciptakan perkara baru atau melindungi pencipta perkara baru mak
dia berhak mendapatkan laknat Allah.Hadits tersebut diatas memasukkan berbagai bentuk bentuk bid’ah seper Aqad fasid, memberi hukum tanpa Ilmu, penyelewengan dan semua hal yang tidak sesuai dengan syari’at. Namun apabila perkara baru itu masih sesuai dengan qonun syari’at maka tidak termasuk kategori bid’ah seperti menulis mushaf, meluruskan madzhab, menulis ilmu nahwu ,Khisab dll.
Syaih Izzuddin ibni Abdis Salam menggolongkan perkara baru ( Bid’ah ) menjadi lima hukum yaitu :
1. Bid’ah wajib seperti : mempelajari ilmu nawu, dan lafad-lafad yang ghorib dalam Al-Qur’an dn Hadits dan semua disiplin ilmu yang menjadi perantara untuk memahami syari’at.
2. Bid’ah Haram seperti : Faham Madzhab Qodariah, Jabariah dan Mujassimah.
3. Bid’ah Sunnah Seperti : Mendirikan Pondok, Madrasah dan semua perbuatan baik yang tidak pernah ditemukan pada masa dahulu.
4. Bid’ah Makruh Seperti : Menghias MAsjid dan Al-Qur’an.
5. Bid’ah Mubah seperti : Mushofahah (Jabat tangan) setelah Shalat Subuh dan Ashar dll.
Kriteria penggolongan Bid’ah
Dalam menggolongkan perkara baru yang menimbulkan konsekwensi hukum yang
berbeda-beda, Ulama’ telah membuat tiga kriteria dalam persoalan ini .1. Jika perbuatan itu mempunyai dasar yang kuat berupa dalil-dalil syar’i, baik parsial ( juz’i ) atau umum, maka bukan tergolong bid’ah, dan jika tidak ada dalil yang dibuat sandaran, maka itulah bid’ah yang dilarang.
2. Memperhatikan apa yang menjadi ajaran ulama’ salaf ( Ulama’ pada abad I,II dan III H , jika sudah diajarkan oleh mereka, atau memiliki landasan yang kuat dari ajaran kaidah yang mereka buat, maka perbuatan itu bukan tergolong Bid’ah.
3. Dengan jalan Qiyas. Yakni mengukur perbuatan tersebut dengan beberapa amaliah yang telah ada hukumnya dari Nash Al-Qur’an dan Hadits. Apabila identik dengan perbuatan haram, maka perbuatan baru itu tergolong Bid’ah yang diharamkan. Apabila memiliki kemiripan dengan yang wajib, maka tergolong perbuatan baru yang wajib. Dan begitu seterusnya.
Hal-hal baru yang tidak tergolong Bid’ah
Dari pengertian Bid’ah diatas, memberikan suatu natijah atau kesimpulan bahwa
ada sebagian amal Bid’ah yang sesuai dengan syari’at dan justru ada yang
hukumnya sunnat dan fardlu kifayah. Oleh sebab itu Imam Syafi’i berkata :
" ما أَحْدَثَ وَخَالَفَ كِتَابًا اَو
سُنَّةً او إِجمَاعًا او أثرًا فهو البِدْعَةُ الضَّالَّةُ
وَمَا أحْدَثَ مِنَ الخَيرِ وَلَمْ
يُخَالِفْ شَيئًا من ذلك فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُودَةُ "
“ Perkara baru yang tidak sesuai dengan Kitab Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan
Atsar sahabat termasuk bid’ah yang sesat, dan perkara baru yang bagus dan tidak
bertentangan dengan pedoman-pedoman tersebut maka termasuk Bid’ah yang terpuji
“1. Ziarah kubur. Tidak diragukan sama sekali, bahwa hukum berziarah ke makam kerabat atau auliya’ adalah sunnah, dan hal ini telah disepakati oleh semua ulama’. Terdapat banyak Hadits yang menjelaskan kesunnahan ziarah kubur, diantaranya adalah :
عن بريدة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "
قَدْ كُنْتُ نَهَيتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ فَقَدْ
أُذِنَ لِمُحَمدٍ فيِ زِيَارةِ قَبرِ أُمِّهِ فَزُورُهَا فإنَّهَا تُذَكِّرُ
الآخرةَ
رواه الترمذي
“ Dari Buraidah. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda “ saya pernah melarang
kamu berziarah kubur, tetapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk
berziarah kemakam ibunya. Maka sekarang berziarahlah ! karena perbuatan itu
dapat mengingatkan kamu pada akhirat. HR. Al ThirmidziZiarah kubur juga sunnah mu'akkad dilakukan di makam Rasulullah SAW dan juga makam para nabi yang lain, bahkan ada sebagian ulama' yang mewajibkan ziarah kubur kemakam Rasulullah SAW bagi orang yang mendatangi kota madinah. Namun sebaiknya ketika seseorang hendak melakukan ziarah ke makam Rosul hendaklah niat ziarah ke masjid Nabawi dan setelah itu baru melaksanakan ziarah ke makam Rosul dengan cara mengucapakan kalimat " السَّلاَمُ عَلَيكَ يَا رَسُولَ الله " dengan sura pelan dan penuh tata karma. Tersebut dalam sebuah Hadits:
مَنْ
زَارَنِي بَعْدَ مَمَاتِي فَكَأَنَّمَا زَارَنِي فِي حَيَاتِي
رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ ، وَابْنُ مَاجَهْ }}
Barang siapa berziarah padaku setelah wafatku, maka seakan akan dia berziarah
padaku pada masa hidupku
عن ابن عمر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال
مَنْ
زَارَ قَبْرِي وَجَبَتْ لهُ شَفَاعَتِي
:"Dari
Ibnu Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah bersabda : barang siapa berziarah
kemakamku, maka pasti akan mendapatkan Syafa'at ( pertolongan ) ku" HR. Al
Thobroni
2.Tawassul. Kalimat Tawassul secara bahasa adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Wasilah artinya adalah sesuatu yang dijadikan Allah SWT. Sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan pintu menuju kebutuhan yang diinginkan. Allah SWT berfirman :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan.QS: Al Maidah : 35
Dengan demikian, tawassul tidak lebih dari sekedar upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, sedangkan wasilah adalah sebagai media dalam usaha tersebut. Tujuan utamanya tidak lain adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT, tidak ada sedikitpun keyakinan menyekutukan Allah SWT.( Syirik ).
Kebolehan Tawassul juga telah disebutkan oleh Nabi dalam Haditsnya :
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم
"
تَوَسَّلُوا
بِي وَبِأَهْلِ بَيتيِ الىَ اللهِ فإنَّهُ لَا يُرَدُّ مُتَوَسِّلٌ بِنَا"
" Rasulullah SAW bersabda : Bertawassullah kalian dengan aku dan dengan
para keluargaku, sesungguhnya orang yang bertawassul dengan aku tidak akan
ditolak"( HR.Ibnu Hibban )3. Tabarruk ( Mencari Berkah ) Secara Etimologi kata berkah berarti tambah, berkembang. Selanjutnya kata barokah digunakan dalam pengertian bertambahnya kebaikan dan kenuliyaan. Jadi Barokah adalah rahasia dan pemberian Allah SWT yang dengannya akan bertambah amal- amal kebaikan., mengabulkan keinginan, menolak kejahatan dan membuka pintu menuju kebaikan dengan anugrah Allah SWT. Dari pengertian ini barokah adalah bagian dari rahmat dan anugerah Allah SWT. Allah SWT berfirman :
وَجَعَلَنيِ
مُبَارَكًا أَيْنَمَا كُنْتَ
مريم31
" Dan dia menjadikan aku seorang yang diberkati dimana saja aku berada
" QS : maryam 31
"رَحَمْةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيكُم أَهلَ
البَيتِ "
هود73
" Rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait !Para ulama' telah banyak membicarakan hukum mengambil barokah, dan berkesimpulan bahwa mengambil barokah dari orang , tempat atau benda hukumnya adalah boleh dengan syarat tidak dilakukan dengan cara-cara yang menyimpang syari'at Allah SWT.
Berikut adalah dalil-dalil kebolehan mengambil berkah :
وَقَالَ
لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آَيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ
سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آَلُ مُوسَى وَآَلُ هَارُونَ
تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ
. البقرة248
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan
menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan
dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut
itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu,
jika kamu orang yang beriman.QS: Al-Baqarah 248
عن
ابن جدعان
: قال ثابت لأنس رضي الله عنه : أَمَسَسْتَ النبيَ صلى الله عليه وسلم قال نَعَمْ
فَقَبَّلَهَا . رواه البخاري
" Dari Ibnu Jad'an, berkata Tsabit kepada Anas ra : Apakah tanganmu pernah
menyentuh Nabi SAW ? Anas menjawab : ya, maka Tsabit menciumnya ". HR.
BukhoriDiriwayatkan oleh Al Khotib dari Ali dari Maimun, berkata : aku mendengar Imam Syafi'I berkata : " sesungguhnya aku mengambil barokah dari Abu Khanifah dan aku mendatangi makamnya setiap hari, maka jika aku mempunyai hajat, aku shalat dua rakaat dan mendatangi makam Abu Hanifah lalu berdo'a meminta kepada Allah SWT. Tidak lama kemudian hajatku terpenuhi".
Kesimpulannya, mengambil barokah dari orang-orang yang shaleh adalah perbuatan yang terpuji. Apa yang dilakukan oleh para sahabat Nabi serta pengukuhan dari Rasulullah SAW cukup untuk dijadikan sebagai dalil.
4. Selamatan & Berdo'a untuk orang mati Ritual mendoakan orang mati sudah biasa dilakukan bahkan sudah menjadi adat orang jawa setiap kali ada salah satu keluarga yang meninggal mereka mengadakan selamatan dihari ke-7 atau ke-40 dari kematian keluarganya dengan mengundang tetangga setempat dan dimintai bantuan untuk membaca surat Yasin, Tahlil dan berdo'a untuk mayat.
Hal tersebut diatas diperbolehkan menurut Syari'at, bahkan bagian dari amal ibadah yang pahalanya bisa sampai kepada yang meninggal. Bukankah bacaan Al-Qur'an, Tahlil dan bersedekah, menyajikan suguhan untuk para tamu adalah bagian dari amal Ibadah. Dalam sebuah Hadits dinyatakan :
عَنْ
أَنَسٍ رضي الله عنه
, أَنَّ النَبِيَّ صلى عليه وسلم سُئِلَ فقال السَائِلُ
يا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّا نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوتَانَا وَنَحُجُّ عَنهُمْ وَنَدْعُو
لَهُمْ هَلْ يَصِلُ ذَلِكَ إِلَيْهِمْ ؟ قَالَ : نَعَمْ إنَّهُ لَيَصِلُ إِلَيْهِمْ وَإِنَّهُمْ
لَيَفْرَحُونَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُكُمْ بالطَّبْقِ إذاَ أُهْدِيَ إِلَيْهِمْ
. رواه ابو حفص العكبري
Dari Anas ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya seseorang: " wahai
Rasulullah SAW, kami bersedekah dan berhaji yang pahalanya kami peruntukkan
orang-orang kami yang telah meninggal dunia dan kami berdoa untuk merek, apakah
pahalanya sampai pada mereka ? Rasulullah SAW menjawab : Iya, pahalanya
betul-betul sampai kepada mereka dan mereka sangat merasa gembira sebagaimana
kalian gembira apabila menerima hadiah. HR. Abu Khafs Al Akbari.واللّه أعلم بالصّواب
Tidak ada komentar:
Posting Komentar