Sabtu, 30 Januari 2016


( DEFINISI BID'AH )

Bid’ah dalam ma’na terminologi ( Syara’) menurut syaih Zaruq dalam kitabnya Iddah Al Marid yaitu semua perkara baru dalam agama yang menyerupai salah satu dari bentuk ajaran agama namun sebenarnya bukan termasuk dari bagian agama, baik dilihat dari sisi bentuknya maupun dari sisi hakikatnya. Dan pekara tersebut berkesan seolah-olah bagian dari jaran Islam seperti : membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan Shalat dengan diiringi alat-alat musik yang diharamkan, keyakinan kaum mu’tazilah, Qodariyah, Syi’ah, termasuk pula paham-paham liberal yang marak akhir-akhir ini. Karena berdasarkan pada Ayat Al-Qur’an :
" وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِنْدَ البَيْتِ الاَّ مُكاَءً وَتَصْدِيَةً
الانفال35 
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. QS: Al Anfal 35
Dan Hadits Nabi yang berbunyi:

عن أم المؤمنين أم عبد الله عائشة رضي الله عنها قالت 
: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
" مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ".
Dari A’isyah RA. Rasulullah bersabda : barang siapa menciptakan hal baru dalam urusanku yang bukan termasuk dari golongan urusanku maka akan tertolak.
HR. Bukhari dan Muslim

Kalimat
أحدث dalam Hadits diatas mengandung pengertian menciptakan dan membuat-buat suatu perkara yang didasari dari hawa nafsu. Sedangkan kalimat أمرنا mengandung suatu pengertian agama dan Syari’at yang telah di Ridlohi oleh Allah SWT.
Rasulullah juga bersabda dalam sebuah Hadits :

وروى مسلم في صحيحه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يقول في خُطبَتِهِ : " خَيرُ الحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ

, وَخَيرُ الهَدىِ هُدَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم,
وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا,
وَكُلُّ مُحْدَثةٍ بِدعَةٌ,
وَكُلُّ بِدعَةٍ ضَلَالَةٌ
" ورواه البيهقي وفيه زيادة 
" وكل ضلالة في النار"
Rosululloh bersabda: “ paling bagusnya Hadits adalah Kitabnya Allah, dan paling bagusnya petunjuk adalah petunjuk Rasulullah SAW, dan paling jeleknya perkara adalah semua perkara yang baru, dan setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat”. HR. Muslim dan juga diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dengan tambahan kalimat “ setiap perkara sesat menempat dineraka” .

Dari adanya dua Hadits diatas para ulama’ menjelaskan bahwa secara prinsip, bid’ah adalah berubahnya Suatu hukum yang disebabkan karena meyakini suatu perkara yang bukan merupakan bagian dari agama sebagai salah satu bagian dari agama, bukan berarti setiap perkara baru lantas dikategorikan bid’ah, karena banyak hal baru yang sesuai dengan Usul Al Syar’ah dan tidak dikategorikan bid’ah, atau hal-hal baru yang sesuai dengan Furu’ Al Syari’ah yang masih mungkin di tempuh dengan jalan Analogi atau qiyas sehingga tidak termasuk kategori Bid’ah . berarti tidak semua ritual yang baru serta-merta dikategorikan sebagai perbuatan bid’ah seperti ritual tahlil tujuh hari,40 hari dan seratus hari dari kematian mayat, ziarah kubur, tawassul, mendoakan orang mati dll.
Imam Muhmmad Waliyuddin As Syabsiri dalam Syarah Arba’n Nawawi mengupas pengertian Hadits Nabi yang berbunyai :

مَنْ أَحدَثَ حَدَثًا اَوْ آوَى مُحدثًا فَعَليهِ لَعْنَةُ اللهِ
Barang siapa menciptakan perkara baru atau melindungi pencipta perkara baru mak dia berhak mendapatkan laknat Allah.
Hadits tersebut diatas memasukkan berbagai bentuk bentuk bid’ah seper Aqad fasid, memberi hukum tanpa Ilmu, penyelewengan dan semua hal yang tidak sesuai dengan syari’at. Namun apabila perkara baru itu masih sesuai dengan qonun syari’at maka tidak termasuk kategori bid’ah seperti menulis mushaf, meluruskan madzhab, menulis ilmu nahwu ,Khisab dll.
Syaih Izzuddin ibni Abdis Salam menggolongkan perkara baru ( Bid’ah ) menjadi lima hukum yaitu :
1. Bid’ah wajib seperti : mempelajari ilmu nawu, dan lafad-lafad yang ghorib dalam Al-Qur’an dn Hadits dan semua disiplin ilmu yang menjadi perantara untuk memahami syari’at.
2. Bid’ah Haram seperti : Faham Madzhab Qodariah, Jabariah dan Mujassimah.
3. Bid’ah Sunnah Seperti : Mendirikan Pondok, Madrasah dan semua perbuatan baik yang tidak pernah ditemukan pada masa dahulu.
4. Bid’ah Makruh Seperti : Menghias MAsjid dan Al-Qur’an.
5. Bid’ah Mubah seperti : Mushofahah (Jabat tangan) setelah Shalat Subuh dan Ashar dll.


Kriteria penggolongan Bid’ah
Dalam menggolongkan perkara baru yang menimbulkan konsekwensi hukum yang berbeda-beda, Ulama’ telah membuat tiga kriteria dalam persoalan ini .
1. Jika perbuatan itu mempunyai dasar yang kuat berupa dalil-dalil syar’i, baik parsial ( juz’i ) atau umum, maka bukan tergolong bid’ah, dan jika tidak ada dalil yang dibuat sandaran, maka itulah bid’ah yang dilarang.
2. Memperhatikan apa yang menjadi ajaran ulama’ salaf ( Ulama’ pada abad I,II dan III H , jika sudah diajarkan oleh mereka, atau memiliki landasan yang kuat dari ajaran kaidah yang mereka buat, maka perbuatan itu bukan tergolong Bid’ah.
3. Dengan jalan Qiyas. Yakni mengukur perbuatan tersebut dengan beberapa amaliah yang telah ada hukumnya dari Nash Al-Qur’an dan Hadits. Apabila identik dengan perbuatan haram, maka perbuatan baru itu tergolong Bid’ah yang diharamkan. Apabila memiliki kemiripan dengan yang wajib, maka tergolong perbuatan baru yang wajib. Dan begitu seterusnya.


Hal-hal baru yang tidak tergolong Bid’ah
Dari pengertian Bid’ah diatas, memberikan suatu natijah atau kesimpulan bahwa ada sebagian amal Bid’ah yang sesuai dengan syari’at dan justru ada yang hukumnya sunnat dan fardlu kifayah. Oleh sebab itu Imam Syafi’i berkata :
" ما أَحْدَثَ وَخَالَفَ كِتَابًا اَو سُنَّةً او إِجمَاعًا او أثرًا فهو البِدْعَةُ الضَّالَّةُ
وَمَا أحْدَثَ مِنَ الخَيرِ وَلَمْ يُخَالِفْ شَيئًا من ذلك فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُودَةُ "
“ Perkara baru yang tidak sesuai dengan Kitab Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Atsar sahabat termasuk bid’ah yang sesat, dan perkara baru yang bagus dan tidak bertentangan dengan pedoman-pedoman tersebut maka termasuk Bid’ah yang terpuji “

1. Ziarah kubur. Tidak diragukan sama sekali, bahwa hukum berziarah ke makam kerabat atau auliya’ adalah sunnah, dan hal ini telah disepakati oleh semua ulama’. Terdapat banyak Hadits yang menjelaskan kesunnahan ziarah kubur, diantaranya adalah :


عن بريدة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "
قَدْ كُنْتُ نَهَيتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمدٍ فيِ زِيَارةِ قَبرِ أُمِّهِ فَزُورُهَا فإنَّهَا تُذَكِّرُ الآخرةَ
رواه الترمذي
“ Dari Buraidah. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda “ saya pernah melarang kamu berziarah kubur, tetapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah kemakam ibunya. Maka sekarang berziarahlah ! karena perbuatan itu dapat mengingatkan kamu pada akhirat. HR. Al Thirmidzi
Ziarah kubur juga sunnah mu'akkad dilakukan di makam Rasulullah SAW dan juga makam para nabi yang lain, bahkan ada sebagian ulama' yang mewajibkan ziarah kubur kemakam Rasulullah SAW bagi orang yang mendatangi kota madinah. Namun sebaiknya ketika seseorang hendak melakukan ziarah ke makam Rosul hendaklah niat ziarah ke masjid Nabawi dan setelah itu baru melaksanakan ziarah ke makam Rosul dengan cara mengucapakan kalimat "
السَّلاَمُ عَلَيكَ يَا رَسُولَ الله " dengan sura pelan dan penuh tata karma. Tersebut dalam sebuah Hadits:
مَنْ زَارَنِي بَعْدَ مَمَاتِي فَكَأَنَّمَا زَارَنِي فِي حَيَاتِي 
رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ ، وَابْنُ مَاجَهْ }}
Barang siapa berziarah padaku setelah wafatku, maka seakan akan dia berziarah padaku pada masa hidupku 
عن ابن عمر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال

مَنْ زَارَ قَبْرِي وَجَبَتْ لهُ شَفَاعَتِي    

:"Dari Ibnu Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah bersabda : barang siapa berziarah kemakamku, maka pasti akan mendapatkan Syafa'at ( pertolongan ) ku" HR. Al Thobroni

2.Tawassul. Kalimat Tawassul secara bahasa adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Wasilah artinya adalah sesuatu yang dijadikan Allah SWT. Sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan pintu menuju kebutuhan yang diinginkan. Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
QS: Al Maidah : 35
Dengan demikian, tawassul tidak lebih dari sekedar upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, sedangkan wasilah adalah sebagai media dalam usaha tersebut. Tujuan utamanya tidak lain adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT, tidak ada sedikitpun keyakinan menyekutukan Allah SWT.( Syirik ).

Kebolehan Tawassul juga telah disebutkan oleh Nabi dalam Haditsnya :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم 
" تَوَسَّلُوا بِي وَبِأَهْلِ بَيتيِ الىَ اللهِ فإنَّهُ لَا يُرَدُّ مُتَوَسِّلٌ بِنَا"
" Rasulullah SAW bersabda : Bertawassullah kalian dengan aku dan dengan para keluargaku, sesungguhnya orang yang bertawassul dengan aku tidak akan ditolak"( HR.Ibnu Hibban )

3. Tabarruk ( Mencari Berkah ) Secara Etimologi kata berkah berarti tambah, berkembang. Selanjutnya kata barokah digunakan dalam pengertian bertambahnya kebaikan dan kenuliyaan. Jadi Barokah adalah rahasia dan pemberian Allah SWT yang dengannya akan bertambah amal- amal kebaikan., mengabulkan keinginan, menolak kejahatan dan membuka pintu menuju kebaikan dengan anugrah Allah SWT. Dari pengertian ini barokah adalah bagian dari rahmat dan anugerah Allah SWT. Allah SWT berfirman :

وَجَعَلَنيِ مُبَارَكًا أَيْنَمَا كُنْتَ
مريم31 
" Dan dia menjadikan aku seorang yang diberkati dimana saja aku berada " QS : maryam 31
"رَحَمْةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيكُم أَهلَ البَيتِ "
هود73  
" Rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait !
Para ulama' telah banyak membicarakan hukum mengambil barokah, dan berkesimpulan bahwa mengambil barokah dari orang , tempat atau benda hukumnya adalah boleh dengan syarat tidak dilakukan dengan cara-cara yang menyimpang syari'at Allah SWT.
Berikut adalah dalil-dalil kebolehan mengambil berkah :

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آَيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آَلُ مُوسَى وَآَلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
. البقرة248 
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.QS: Al-Baqarah 248
عن ابن جدعان
: قال ثابت لأنس رضي الله عنه : أَمَسَسْتَ النبيَ صلى الله عليه وسلم قال نَعَمْ فَقَبَّلَهَا . رواه البخاري
" Dari Ibnu Jad'an, berkata Tsabit kepada Anas ra : Apakah tanganmu pernah menyentuh Nabi SAW ? Anas menjawab : ya, maka Tsabit menciumnya ". HR. Bukhori
Diriwayatkan oleh Al Khotib dari Ali dari Maimun, berkata : aku mendengar Imam Syafi'I berkata : " sesungguhnya aku mengambil barokah dari Abu Khanifah dan aku mendatangi makamnya setiap hari, maka jika aku mempunyai hajat, aku shalat dua rakaat dan mendatangi makam Abu Hanifah lalu berdo'a meminta kepada Allah SWT. Tidak lama kemudian hajatku terpenuhi".
Kesimpulannya, mengambil barokah dari orang-orang yang shaleh adalah perbuatan yang terpuji. Apa yang dilakukan oleh para sahabat Nabi serta pengukuhan dari Rasulullah SAW cukup untuk dijadikan sebagai dalil.

4. Selamatan & Berdo'a untuk orang mati Ritual mendoakan orang mati sudah biasa dilakukan bahkan sudah menjadi adat orang jawa setiap kali ada salah satu keluarga yang meninggal mereka mengadakan selamatan dihari ke-7 atau ke-40 dari kematian keluarganya dengan mengundang tetangga setempat dan dimintai bantuan untuk membaca surat Yasin, Tahlil dan berdo'a untuk mayat.
Hal tersebut diatas diperbolehkan menurut Syari'at, bahkan bagian dari amal ibadah yang pahalanya bisa sampai kepada yang meninggal. Bukankah bacaan Al-Qur'an, Tahlil dan bersedekah, menyajikan suguhan untuk para tamu adalah bagian dari amal Ibadah. Dalam sebuah Hadits dinyatakan :

عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه
, أَنَّ النَبِيَّ صلى عليه وسلم سُئِلَ فقال السَائِلُ يا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّا نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوتَانَا وَنَحُجُّ عَنهُمْ وَنَدْعُو لَهُمْ هَلْ يَصِلُ ذَلِكَ إِلَيْهِمْ ؟ قَالَ : نَعَمْ إنَّهُ لَيَصِلُ إِلَيْهِمْ وَإِنَّهُمْ لَيَفْرَحُونَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُكُمْ بالطَّبْقِ إذاَ أُهْدِيَ إِلَيْهِمْ
. رواه ابو حفص العكبري
Dari Anas ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya seseorang: " wahai Rasulullah SAW, kami bersedekah dan berhaji yang pahalanya kami peruntukkan orang-orang kami yang telah meninggal dunia dan kami berdoa untuk merek, apakah pahalanya sampai pada mereka ? Rasulullah SAW menjawab : Iya, pahalanya betul-betul sampai kepada mereka dan mereka sangat merasa gembira sebagaimana kalian gembira apabila menerima hadiah. HR. Abu Khafs Al Akbari.

واللّه أعلم بالصّواب

Jumat, 29 Januari 2016

HUKUM BONEKA

Uang. Ya demi uang otak kita begitu kreatif mencetuskan ide-ide baru, namun sayang kreatifitas itu tidak di imbangi dengan sadar taqwa yang kokoh sehingga kita selalu larut terhadap apa yang di tawarkan kepada kita, dan kepekaan kita akan hukum syara’ perlahan-lahan luntur sehingga cenderung menjadikan akal kita sebagai juri penentu baik buruknya sesuatu bahkan yang lebih eronis lagi adalah halal haramnya sesuatu juga di tentukan oleh akal sebagai contoh banyaknya di jual di trotoar-trotoar ataupun toko-toko berbagai macam boneka berbentuk gajah, teletubis dan lain-lain bentuknya, ada yang utuh dan yang tidak utuh dikemas sebagai gantungan kunci – Bantal guling atau mainan anak-anak.

Pertanyaan 
a. Bagaimana hukum membuat, menjual, dan mengoleksi boneka-boneka tersebut ? 
b. Apa batasan bentuk dan umur untuk di perbolehkannya boneka bagi anak perempuan ? 
c. Apabila tidak di pernolehkan apa yang mesti kita lakukan atas boneke-boneka yang terlanjur kita beli ?

Jawaban: 
a : Hukum membuat dan menjual haram, kecuali untuk mainan anak perempuan dan ada tujuan mendidik mengurus anak. Hukum mengoleksi boneka yang tidak dibuat mainan anak perempuan dan bertujuan mendidik haram, kecuali dalam bentuk yang tidak di mungkinkan hidup

Referensi :
. Inarotut Duja : 2392. Figh Ala Madzahibil Arba’ah : II/403. Fighussunah : VI/3694. Fighussunah : III/3705. Hasyiyyah Baijury : II/127-128

وعباراتها
:1. كما في إنارة الدجى صحيفة 239 ما نصه :ونقل الشيخ عبد الرحمن الزرقاني عن الخطاب أنه يستثنى من التصوير المحرم تصوير لعبة على هيئة بنت صغيرة تلعب بها البنات الصغار فإنه جائز ويجوز بيعها وشراؤها لتدريب البنات على تربية الأولاد انتهى. وفي اشتراط كون اللعبة الجائزة للبنات الصغار ناقصة ومما لا يبقى وعدم اشتراط ذلك خلاف رجح بعضهم الأول. اهـ. 2.
كما في الفقه على مذاهب الأربعة الجزء الثاني صحيفة 40 ما نصه :وأما القسم الثاني فإن فيه تفصيل المذاهب على أن المحرم منه إنما حرم في نظر الشرع إذا كان لغرض فاسد كالتماثيل التي تصنع لتعبد من دون الله وكذلك إذا ترتب عليها تشبه أو تذكر لشهوات فاسدة فإنها في هذه الحالة تكون كبيرة من الكبائر فلا يحل عملها ولا بقاؤها ولا التفرج عليها. أما إذا كانت لغرض صحيح كتعلم وتعليم فإنها تكون مباحة لا إثم فيها. ولهذا استثنى بعض المذاهب لعب البنات العرائس الصغيرة الدمى فإن صبغها جائز وكذلك بيعها وشراؤها لأن الغرض من ذلك إنما هو تدريب البنات الصغار على تربية الأولاد وهذا الغرض كاف في إباحتها. اهـ.

3. كما في فقه السنة الجزء السادس صحيفة 369 ما نصه :جاءت الأحاديث الصحيحة الصريحة بالنهي عن صناعة التماثيل عن تصوير ما فيه روح سواء أكان إنسانا أو حيوانا أو طائرا، أما لا روح فيه كالأشجار والأزهار ونحوها فإنه يجوز تصويره --- إلى أن قال --- ويستثنى من هذا لعب الأطفال كالعرائس ونحوها فإنه يجوز صنعها وبيعها للأحاديث الأتية - عن عائشة قالت كنت ألعب بالبنات فربما دخل علي رسول الله صلى الله عليه وسلم وعندي الجواري فإذا دخل خرجن. اهـ.4.
كما في فقه السنة الجزء الثالث صحيفة 370 ما نصه :وكما يحرم صنع التماثيل والصور يحرم اقتناؤها ووضعها في البيت ومن الواجب كسرها حتى لا تبقى على صورة التمثال. اهـ. 5. كما في حاشية الباجوري الجزء الثاني صحيفة 127-128 ما نصه :(قوله كأن يكون الخ) وكأن يكون هناك منكر --- إلى أن قال --- وكصور حيوان مرفوعة على هيئة لا تعيش بدونها كأن كانت على سقف أو جدار أو ثياب ملبوسة ولو بالقوة أو وسادة منسوبة بخلاف صور غير الحيوان كالأشجار والسفن والشمس والقمر أو صور حيوان غير مرفوعة بأن كانت على أرض أو بساط يداس عليه أو على محاذ يتكأ. ومنه يعلم جواز التفرج على خيال الظل المعروف لأنها شخوص مثقبة البطون --- إلى أن قال --- وهذا التفصيل في دوامه وجواز التفرج عليه وأما أصل تصوير الحيوان فحرام مطلقا ولو على هيئة لا يعيش بها كأن كان بلا رأس لخبر أشد الناس عذابا يوم القيامة المصورون نعم يستثنى لعب البنات لأن عائشة كانت تلعب بها عنده صلى الله عليه وسلم وحكمة ذلك تعليمهن أمر التربية. اهـ.

 Jawaban b :
Menurut jumhurul Ulama’ Batasannya harus kecil dan berbentuk anak perempuan, namun ada sebagian Ulama’ yang memperbolehkan dengan bentuk selain manusia.Batasan umur adalah selama belum baligh, namun Ibnu hajar Al Asqolany berpendapat masih tetap di perbolehkan meskipun sudah baligh salama ada hajat mendidik.

:1. Inarotudduja : 2392. Fajhul Bari : X/5433. Fiqhus Sunnah : III/3294. Hasyiyah Al Adawy : II/4245. Mausu’ah Al-Fighiyyah : XII/?? وعباراتها :


1. كما في إنارة الدجى
صحيفة 239 ما نصه :ونقل الشيخ عبد الرحمن الزرقاني عن الخطاب أنه يستثنى من التصوير المحرم تصوير لعبة على هيئة بنت صغيرة تلعب بها البنات الصغار فإنه جائز ويجوز بيعها وشراؤها لتدريب البنات على تربية الأولاد انتهى. وفي اشتراط كون اللعبة الجائزة للبنات الصغار ناقصة ومما لا يبقى وعدم اشتراط ذلك خلاف رجح بعضهم الأول. اهـ.

2. كما في فتح الباري الجزء العاشرة صحيفة 543 ما نصه :وإنما أرخص لعائشة فيها لأنها إذ ذاك كانت غير بالغ..... الخ. اهـ.
3. كما في فقه السنة الجزء الثالث صحيفة 329 ما نصه :وعنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قدم عليها من غزوة تبوك أو خيبر وفي سهوتها ستر ذهبت الريح فكشفتهعن بنات لعائشة لعب فقال ما هذا يا عائشة قالت : بناتي ورائي بينهن فراش له جناحان من رقاع فقال ما هذا الذي عليه ؟ قالت جناحان أما سمعت أن لسليمان خيلا لها أجنحة ؟ قالت فضحك رسول الله صلى الله عليه وسلم. اهـ.

4. كما في حاشية العدوي الجزء الثاني صحيفة 343 ما نصه :والناظر فيما قاله صاحب (الفتح) يترجح لديه جواز لعب البنات الصغار باللعب التي على أشكال مختلفة لتدريب وتمرين البنات من صغرهن على أمر بيوتهن وأولادهن --- إلى أن قال --- لأن بهن التدرب على حمل الأطفال وحرم للكبار. اهـ. 5
كما في الموسوعة الفقهية الجزء الثاني عشرة صحيفة ؟؟ ما نصه :والمراد بصغار البنات من كان غير بالغ منهن- إلى أن قال - وقال ابن حجر وفي الجزم فيه نظر لكنه محتمل لأن عائشة رضي الله عنها كانت في غزوة خيبر بنت أربع عشرة وأما في غزوة تبوك فكانت قد بلغت قطعا فهذا يدل على أن الترخيص ليس قاصرا على من دون البلوغ منهن بل يتعدى إلى مرحلة ما بعد البلوغ ما دامت الحاجة قائمة لذلك. اهـ.

Jawaban c : 
Wajib merusaknya sampai bentuk yang diharamkan itu hilang.  

Referensi :
1. Fighussunah Juz III Hal, 370,2. Ithafu Sadatil Muttaqin Jus V Hal, 429-430. وعباراتها :

1. كما في فقه السنة الجزء الثالث صحيفة 370 ما نصه :وكما يحرم صنع التماثيل والصور يحرم اقتناؤها ووضعها في البيت ومن الواجب كسرها حتى لا تبقى على صورة التمثال. اهـ.
2. كما في اتحاف السادات المتقين الجزء السابع صحيفة 429-430 ما نصه :ولا يجوز بيع العود والصنج والمزامير فإنه لا منفعة لها شرعا وكذا بيع الصور المصنوعة من الطين كالحيوانات التي تباع في الأعيان للعب الصبيان فإن كسرها واجب شرعا وأما الثياب والأطباق وعليها صور الحيوانات فيصح بيعها وكذا الستور وقد قال رسول الله صلى الله وسلم لعائشة رضي الله عنها اتخذي منها نمارق ولا يحوز استعمالها منصوبة ويجوز موضوعة وإذا جاز الانتفاع من وجه صح البيع لذلك الوجه --- إلى أن قال --- وكذا بيع الصور المصنوعة من الطين كالحيوانات التي تباع في الأعياد للعب الصبيان فإن كسرها واجب.

اهـ
( HUKUM MENCIUM TANGAN ORANG 'ALIM )

Hukum mencium tangan orang ‘Alim, guru dan para kerabat yang lebih tua adalah sunnah dan dianjurkan sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat pada baginda nabi berdasarkan hadits dengan sanad yang shahih...
وَيُسْتَحَبُّ تَقْبِيلُ يَدِ الْحَيِّ لِصَلَاحٍ وَنَحْوِهِ من الْأُمُورِ الدِّينِيَّةِ كَزُهْدٍ وَعِلْمٍ وَشَرَفٍ كما كانت الصَّحَابَةُ تَفْعَلُهُ مع النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم كما رَوَاهُ أبو دَاوُد وَغَيْرُهُ بِأَسَانِيدَ صَحِيحَةٍ وَيُكْرَهُ ذلك لِغِنَاهُ وَنَحْوِهِ من الْأُمُورِ الدُّنْيَوِيَّةِ كَشَوْكَتِهِ وَوَجَاهَتِهِ عِنْدَ أَهْلِ الدُّنْيَا لِخَبَرِ من تَوَاضَعَ لِغَنِيٍّ لِغِنَاهُ ذَهَبَ ثُلُثَا دِينِهِ
Dan disunahkan mencium tangan orang yang masih hidup karena kebaikannya dan sejenisnya yang tergolong kebaikan-kebaikan yang bersifat ‘diniyyah' (agama), kealimannya, kemuliaannya sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat pada baginda nabi Muhammad shallallaahu alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Abu Daud dan lainnya dengan sanad hadits yang shahih.
Dan dimakruhkan mencium tangan seseorang karena kekayaannya atau lainnya yang bersifat duniawi seperti lantaran butuh dan hajatnya pada orang yang memiliki harta dunia berdasarkan hadits “Barangsiapa merendahkan hati pada orang kaya karena kekayaannya hilanglah 2/3 agamanya”. [Asnaa al-Mathaalib III/114]

HUKUM MEMBUNGKUKAN BADAN:

Al-Imam An-Nawawiy rahimahullah berkata:
يكره حني الظهر في كل حال لكل أحد لحديث انس السابق
“Dimakruhkan membungkukkan punggung dalam semua keadaan kepada siapapun berdasarkan hadits Anas yang lalu” [Al-Majmuu’, 4/635].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
وأما الإنحناء عند التحية فينهي عنه كما في الترمذي عن النبي صلى الله الله عليه وسلم أنهم سألوه عن الرجل يلقى أخاه ينحنى له قال لا ولأن الركوع والسجود لا يجوز فعله إلا لله عز و جل ....... قد تقدم نهيه عن القيام كما يفعله الأعاجم بعضها لبعض فكيف بالركوع والسجود وكذلك ما هو ركوع ناقص يدخل في النهي عنه
“Adapun membungkukkan ketika memberikan penghormatan, maka itu terlarang berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya mereka (para shahabat) bertanya tentang seseorang yang bertemu dengan saudaranya lalu ia membungkukkan badan kepadanya. Beliau menjawab : ‘Tidak boleh’. Hal itu dikarenakan rukuk dan sujud tidak diboleh dilakukan kecuali terhadap Allah ‘azza wa jalla. …… Telah berlalu larangan berdiri (sebagai penghormatan) sebagaimana yang dilakukan orang-orang ‘Ajam (non Arab) antara satu dengan yang lainnya. Lantas, bagaimana dengan rukuk dan sujud? Begitu juga rukuk yang kurang termasuk dalam larangan ini” [At-Tawassul, hal. 377].
Ulama yang memakruhkan dan mengharamkannya berdalil dengan hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيَنْحَنِي بَعْضُنَا لِبَعْضٍ ؟ قَالَ: " لَا "، قُلْنَا: أَيُعَانِقُ بَعْضُنَا بَعْضًا؟ قَالَ: " لَا وَلَكِنْ تَصَافَحُوا "
Dari Anas bin Maalik, ia berkata : Kami pernah bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah sebagian kami boleh membungkukkan badan kepada sebagian yang lain (saat bertemu) ?”. Beliau menjawab : “Tidak”. Kami kembali bertanya : “Apakah sebagian kami boleh berpelukan kepada sebagian yang lain (saat bertemu) ?”. Beliau menjawab : “Tidak, akan tetapi saling berjabat tanganlah kalian” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 3702].
Sayangnya, riwayat ini lemah sehingga tidak dapat digunakan sebagai hujjah.[1]
An-Nafraawiy rahimahullah berkata:
وَأَفْتَى بَعْضُ الْعُلَمَاءِ بِجَوَازِ الِانْحِنَاءِ إذَا لَمْ يَصِلْ إلَى حَدِّ الرُّكُوعِ الشَّرْعِيِّ
“Dan sebagian ulama berfatwa bolehnya membungkukkan badan jika tidak sampai pada batas rukuk syar’iy” [Fawaakihud-Dawaaniy, 8/296. Dinukil juga dalam Haasyiyyah Ash-Shaawiy ‘alaa Asy-Syarh Ash-Shaghiir, 11/279].
As-Safaariniy rahimahullah menukil:
وَقَدَّمَ فِي الْآدَابِ الْكُبْرَى عَنْ أَبِي الْمَعَالِي أَنَّ التَّحِيَّةَ بِانْحِنَاءِ الظَّهْرِ جَائِزٌ
“Dan telah berlalu dalam Al-Aadaabul-Kubraa dari Abul-Ma’aaliy bahwasannya penghormatan dengan membungkukkan punggung diperbolehkan” [Ghidzaaul-Albaab, 1/256].
Dalilnya adalah:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عَبْدِ الْجَبَّارِ الصُّوفِيُّ بِبَغْدَادَ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو نَصْرٍ التَّمَّارُ قَالَ: حَدَّثَنَا عَطَّافُ بْنُ خَالِدٍ الْمَخْزُومِيُّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ رَزِينٍ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ، قَالَ: " بَايَعْتُ بِيَدِي هَذِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَاهَا، فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ "
Telah menceritakan Ahmad bin Al-Hasan bin ‘Abdil-Jabbaar Ash-Shuufiy di Baghdaad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Nashr At-Tammaar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Aththaaf bin Khaalid Al-Makhzuumiy, dari ‘Abdurrahmaan bin Raziin, dari Salamah bin Al-Akwaa’, ia berkata : “Aku berbaiat kepada Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan tanganku ini, lalu kami menciumnya. Beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari hal itu” [Diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Al-Muqri’ dalam Ar-Rukhshah fii Taqbiilil-Yadd no. 12; hasan].
Sisi pendalilan : Mencium tangan orang lain umumnya dilakukan dengan membungkukkan badan. Sebagian ulama mengatakan mencium tangan adalah sujud ‘kecil-kecilan’. Diantaranya adalah Sulaimaan bin Harb rahimahullah yang berkata:
هِيَ السَّجْدَةُ الصُّغْرَى
“Ia (mencium tangan) adalah sujud kecil-kecilan” [Aadaabusy-Syar’iyyah oleh Ibnu Muflih, 2/248].
Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata:
كَانَ يُقَالُ تَقْبِيلُ الْيَدِ إحْدَى السَّجْدَتَيْنِ
“Dulu dikatakan mencium tangan merupakan salah satu (bentuk) dari dua macam sujud” [idem].
Oleh karena itu, membungkukkan badan tidaklah selalu mutlak diharamkan jika tidak disertai pengangungan dan menyerupai rukuk dalam ibadah berdasarkan hadits Salamah bin Al-Akwaa’ di atas.
Yang raajih di antara pendapat-pendapat di atas adalah bahwa (sedikit) membungkukkan badan dalam rangka penghormatan atau saat bertemu/menyapa diperbolehkan jika tidak sampai pada batas ruku' syar’iy.

Wallaahu a’lam.

Kamis, 28 Januari 2016

ARTI NAMA NAMA BULAN
ARTI NAMA2 BULAN 
TAHUN HIJRIYAH

Muharram,
 artinya, yang diharamkan atau yang menjadi pantangan.Penamaan Muharram, sebab pada bulan itudilarang menumpahkan darah atau berperang. Larangan tesebut berlaku sampai masa awal Islam.

Shafar,
artinya, kosong. Penamaan Shafar, karena pada bulan itu semua orang
laki-laki Arab dahulu pergi meninggalkan rumah untuk merantau, berniaga
dan berperang, sehingga pemukiman mereka kosong dari orang laki-laki.

Rabiu’ul Awal,
berasal dari kata rabi’ (menetap) dan awal (pertama). Maksudnya masa
kembalinya kaum laki-laki yang telah meninqgalkan rumah atau merantau.
Jadi awal menetapnya kaum laki-laki di rumah. Pada bulan ini banyak
peristiwa bersejarah bagi umat Islam, antara lain: Nabi Muhammad SW
lahir, diangkat menjadi Rasul, melakukan hijrah, dan wafat pada bulan
ini juga.

Rabi’ul Akhir,
artinya masa menetapnya kaum laki-laki untuk terakhir atau penghabisan
.
Jumadil Awal,
nama bulan kelima. Berasal dari kata jumadi (kering) dan awal
(pertama). Penamaan Jumadil Awal, karena bulan mi merupakan awal musim
kemarau, di mana mulai terjadi kekeringan.

Jumadil Akhir,
artinya, musim kemarau yang penghabisan.

Rajab,
artinya mulia. Penamaan Rajab, karena bangsa Arab tempo dulu sangat
memuliakan bulan ini, antara lain dengan melarang berperang.

Sya’ban,
artinya berkelompok. Penamaan Sya’ban karena orang-orang Arab pada
bulan ini lazimnya berkelompok mencari nafkah. Peristiwa penting bagi
umat Islam yang terjadi pada bulan ini adalah perpindahan kiblat dari
Baitul Muqaddas ke Ka’bah (Baitullah).
   
Ramadhan,
artinya sangat panas. Bulan Ramadhan merupakan satu-satunya bulan yang
tersebut dalam Al-Quran, Satu bulan yang memiliki keutamaan, kesucian,
dan aneka keistimewaan. Hal itu dikarenakan peristiwa-penistiwa peting
seperti: Allah menurunkan ayat-ayat Al-Quran pertama kali, ada malam
Lailatul Qadar, yakni malam yang sangat tinggi nilainya, karena para
malaikat turun untuk memberkati orang-orang beriman yang sedang
beribadah, bulan ini ditetapkan sebagai waktu ibadah puasa wajib, pada
bulan ini kaurn muslimin dapat rnenaklukan kaum musyrik dalarn perang
Badar Kubra dan pada bulan ini juga Nabi Muhammad saw berhasil
mengambil alih kota Mekah dan mengakhiri penyembahan berhala yang
dilakukan oleh kaum musyrik.

Syawal,
artinya, kebahagiaan. Maksudnya kembalinya manusia ke dalam fitrah
(kesucian) karena usai menunaikan ibadah puasa dan membayar zakat serta
saling bermaaf-maafan. Itulah yang mernbahagiakan.

Dzulqa’dah,
berasal dari kata dzul (pemilik) dan qa’dah (duduk). Penamaan
Dzulqaidah, karena bulan itu merupakan waktu istirahat bagi kaum
laki-laki Arab dahulu. Mereka menikmatmnya dengan duduk-duduk di rumah.

 Dzulhijjah 
artinya yang menunaikan haji. Penamaan Dzulhijjah, sebab pada bulan ini umat Islam sejak Nabi Adam as. menunaikan ibadah haji. 




ARTI NAMA NAMA BULAN
 TAHUN MASEHI

Januari                                                                                                     terambildari nama dewa norna “Janus”. Dewa ini mempunyai dua wajah. Yang satu melihat masa yang telah lalu dan satu lagi menatap masa depan yang
penuh rahasia.

Februari 
berasal dari kata latin “Februna” yaitu pesta penyucian yang diselenggarakan tiap tanggal 15 Februari oleb banqsa Romawi Kuno.
  
Maret
awalnya tercantum sebagai bulan pertama dalam kalender Julian. Kemudian
barulah urutannya pada bulan ketiga seperti sekarang ini. Terambil dan
nama dewa perang “mars”.

April 
ada yang mengatakan berasal dari nama dewa cinta Yunani “Aphrodite”.

Mei 
konon berasal dari kata “Mob Mayesto” dewa musim semi. Pada bulan ini diadakan festival meriah dan pemilihan ratu dan raja.

Juni 
terambil dari nama “Juno” dewi yang melambangkan kewanitaan dan kebahagiaan keluarga.

Juli
dipilih oleh penguasa Roma, Mark Antoni dan nama “Julius Caesar” (raja
Roma), sebagai penghormatan bagi Caesar yang terbunuh oleh pengawalnya
sendiri Brutus.

Agustus 
penguasa Roma “Au-gustus” menyebut nama bulan kedelapan sesuai namanya sendiri.

September
berasal dari bahasa latin untuk angka ke-tujuh yaitu “Septa’. Tatkala
pada abad 8 SM pembaqian satu tahun diubah dari 10 bulan menjadi 12
bulan, September yang terletak di urutan ketujuh, kini menjadi bulan
kesembilan.

Oktober
diambil dari bahasa Latin: octo yang berarti ”delapan” karena dahulu kala tahun bermula pada bulan Maret.

November,
dari bahasa latin untuk angka 9 “Novum’ Meskipun November (11) kini menjadi bulan ke-11, tapi namanya tidak diubah.

Desember
dari bahasa latin untuk angka 10, yattu “Decem”. Desernber adalah bulan
yang ditutupi saiju dan es. Bulan ini dinamakan bulan suci karena
upacara keagamaan Kristen yaitu peringatan  kelahiran Yesus Kristus yang disebut Natal. (Source: Media Ummat Edisi 57; Halaman 5).